Kamis, 26 Maret 2015

Penerapan hukum terkait Hak Asasi Manusia

Hukuman Mati Bandar Narkoba tak Langgar HAM

 

            Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Badan Narkotika Nasional (BNN), Kombes Sumirat Dwiyanto menegaskan penerapan hukuman mati bagi terdakwa kasus Narkoba, sudah sesuai dengan Undang-Undang No.35 tahun 2009 tentang narkotika.
            Sumirat mengatakan penerapan hukuman mati bagi para terdakwa kasus Narkoba, tidak bisa dikatakan melanggar hak asasi manusia (HAM). Sebab berdasarkan undang-undang narkotika, jelas tercantum bahwa hukuman maksimal adalah hukuman mati.


Hukuman Mati



            "Tak ada yang keliru dengan eksekusi mati terpidana narkoba karena eksekusi dilakukan atas perintah pengadilan dan diatur oleh konstitusi," katanya kepada Republika.
"Hukuman mati bagi para bandar hukumnya wajib, karena bila tidak dihukum mati mereka masih bisa mengendalikan peredaran narkoba dari dalam lapas. Pelanggaran hak asasi terjadi bila eksekusi mati hanya atas perintah perseorangan," jelasnya.
Ia melanjutkan, untuk hukuman terpidana mati bandar Narkoba baru bisa dilaksanakan atas perintah kejaksaan, setelah melewati persidangan yang obyektif, dan sudah sesuai prosedur hukum yang ada. Selain itu eksekusi juga baru dilakukan setelah pemenuhan hak hukum terhadap para terpidana mati pun sudah terpenuhi semua. 
              "Sesungguhnya hukuman mati itu menghormati HAM. Bahkan di Singapura hukuman mati dilakukan setiap hari Jumat," katanya.
               Ia menambahkan, saat ini terpidana mati kasus narkotika yang tercatat di BNN berjumlah 66 terpidana mati, 64 diantaranya tersangka yang dijatuhi vonis oleh pengadilan hingga tahun 2014. Dua lainnya adalah terpidana mati WNA asal Iran yang ditangkap di Pelabuhan Ratu, Sukabumi, kemudian divonis mati oleh PN Cibadak karena terbukti menyelundupkan sabu seberat 40.1 kilogram ke Indonesia.

Sumber: REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA


ANALISIS
        Hukuman mati bisa membuat efek jera bagi para pengedar dan bandar narkoba serta pada masyarakat agar tidak terjerumus ke dalam lembah hitam Narkoba. Lagi pula sudah sesuai dengan Undang-Undang No.35 tahun 2009 tentang narkotika. Karena Sesungguhnya hukuman mati itu menghormati HAM.

Jumat, 13 Maret 2015

Penerapan Sistem Demokrasi Di Indonesia

Transisi Demokrasi Penuh Risiko dan Tantangan

 

Dalam pidato kenegaraan di Gedung DPR/MPR, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memaparkan proses demokrasi yang berlangsung di Indonesia.

          "Transisi demokrasi penuh risiko dan tantangan," ucap SBY dalam pidato kenegaraannya , Jumat (15/8/2014). Proses tersebut, saat ini juga sudah berjalan baik di Tanah Air. Dengan kerja keras, pembangunan demokrasi telah berjalan baik.
SBY melanjutkan, generasi saat ini juga telah mengukir sejarah dalam politik. "Seluruh pemimpin daerah, gubernur, bupati, DPRD dipilh langsung oleh rakyat," kata dia.
Dengan itu, sambung SBY, telah mengubah budaya dan dinamika politik yang ada. "Tanpa gejolak politik yang mengganggu," jelas dia.

            Perjalanan Indonesia, ditandai politik yang stabil, perkembangan ekonomi tinggi, dan persatuan yang kokoh. "Untuk itu jagalah agar bisa dinikmati generasi penerus," ujar dia.
SBY juga mengingatkan bahwa tahun ini adalah tahun politik. Sebab bertepatan dengan pemilihan presiden. "Proses pemilu 2014 ini harus benar-benar menyuarakan nurani rakyat, bukan pertarungan elit politik semata," ungkap dia.
             
            "Pada 9 April, lebih dari 193 juta rakyat Indonesia memilih wakil legislatif. Pada 9 Juli, lebih dari 135 juta warga Indonesia menentukan pilihan untuk 2 pasangan pasangan calon presiden dan wakilnya. Dari 2 pasang calon, yakini nomor urur 1 Prabowo Suianto berpasangan dengan Hatta Rajasa. Pasangan nomor urut 2 Joko widodo berpasangan dengan Jusuf Kalla," urai SBY.

             Meskipun saat ini, tambah SBY, kita masih menunggu perihal keputusan gugatan terkait hasil Pilpres yang dilakukan kepada MK. "Yang penting saudara-saudara bekerja sama mengawal proses ini agar berlangsung secara konstitusional," tegas dia. (Yus)

SUMBER : Liputan6.com, Jakarta 


       ANALISIS 
      Demokrasi yang dikembangkan pada masa reformasi pada dasarnyaadalah demokrasi dengan mendasarkan pada Pancasila dan UUD 1945, denganpenyempurnaan pelaksanaannya dan perbaikan peraturan-peraturan yang tidak demokratis, dengan meningkatkan peran lembaga-lembaga tinggi dan tertinggi negara dengan menegaskan fungsi, wewenang dan tanggung jawab yangmengacu pada prinsip pemisahan kekuasaan dan tata hubungan yang jelas antara lembaga-lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif.
Demokrasi Indonesia saat ini telah dimulai dengan terbentuknya DPR –MPR hasil Pemilu 1999 yang telah memilih presiden dan wakil presiden sertaterbentuknya lembaga-lembaga tinggi yang lain. Masa reformasi berusaha membangun kembali kehidupan yangdemokratis antara lain dikeluarkannya :
1.      Ketetapan MPR RI No. X/MPR/1998 tentang pokok-pokok reformasi
2.      Ketetapan No. VII/MPR/1998 tentang pencabutan tap MPR tentang Referandum
3.      Tap MPR RI No. XI/MPR/1998 tentang penyelenggaraan Negara yang bebas dari KKN
4.      Tap MPR RI No. XIII/MPR/1998 tentang pembatasan Masa Jabatan Presiden dan Wakil Presiden RI
5.      Amandemen UUD 1945 sudah sampai amandemen I, II, III, IV

 

Hak dan Kewajiban Warga Negara

HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA




A.Hak Warga Negara Indonesia


1. Setiap warga negara berhak mendapatkan perlindungan hukum
2. Setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak
3. Setiap warga negara memiliki kedudukan yang sama di mata hukum dan di dalam pemerintahan
4. Setiap warga negara bebas untuk memilih, memeluk dan menjalankan agama dan kepercayaan masing-masing yang dipercayai
5. Setiap warga negara berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran
6. Setiap warga negara berhak mempertahankan wilayah negara kesatuan Indonesia atau nkri dari serangan musuh
7. Setiap warga negara memiliki hak sama dalam kemerdekaan berserikat, berkumpul mengeluarkan pendapat secara lisan dan tulisan sesuai undang-undang yang berlaku











B.Kewajiban Warga Negara Indonesia

1. Setiap warga negara memiliki kewajiban untuk berperan serta dalam membela, mempertahankan kedaulatan negara indonesia dari serangan musuh
2. Setiap warga negara wajib membayar pajak dan retribusi yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah (pemda)
3. Setiap warga negara wajib mentaati serta menjunjung tinggi dasar negara, hukum dan pemerintahan tanpa terkecuali, serta dijalankan dengan sebaik-baiknya
4. Setiap warga negara berkewajiban taat, tunduk dan patuh terhadap segala hukum yang berlaku di wilayah negara indonesia
5. Setiap warga negara wajib turut serta dalam pembangunan untuk membangun bangsa agar bangsa kita bisa berkembang dan maju ke arah yang lebih baik.



SUMBER: http://www.organisasi.org



Berita Hak & Kewajiban Warga Negara

Memilih atau Tidak Memilih dalam Pemilu

        Sewaktu membaca sebuah majalah mingguan, saya mendapati argumen yang isinya intinya adalah: ”bila Anda tidak menggunakan hak pilih, maka tidak berhak untuk protes selama lima tahun atas kinerja penyelenggara negara.” Wah, wah, wah. Luarrr biasa. Ancaman semacam itu sebenarnya jelas melanggar undang-undang dan hak asasi manusia.
         Semula, saya kira itu hanya opini atau sudut pandang redaksi majalah itu. Tapi ketika saya juga membacanya di media cetak lain dan mendengarnya di beberapa radio, saya langsung tahu itu bukan bentuk ’kreativitas’ pengelola media. Melainkan, tampaknya berasal dari satu sumber yang sama. 
          Dalam UU tentang Pemilu yaitu UU No.10/2008, disebutkan di pasal 19 ayat 1 yang berbunyi: “WNI yang pada hari pemungutan suara telah berumur 17 tahun atau lebih atau sudah/pernah kawin mempunyai hak memilih.” Jelas kata yang tercantum adalah “hak”, bukan “kewajiban”. 

Sumber : Bhayu Mahendra 


      Analisis
        Dalam produk hukum tertinggi di negara kita yaitu Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang diamandemen tahun 1999-2002, juga tercantum hal senada. Dalam pasal 28 E disebutkan: “Pemilu dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali”. Hak memilih di sini termaktub dalam kata bebas. Artinya bebas digunakan atau tidak. Terserah pemilihnya.
        Dari sudut hukum, jelas sekali kalau memilih dan dipilih adalah hak. Pengecualian hanya bagi mereka yang terkena hukuman pidana lebih dari lima tahun atau terbukti tidak setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jadi jangan mau ditakut-takuti. Kalau mau memilih,