Hukuman Mati Bandar Narkoba tak Langgar HAM
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat
Badan Narkotika Nasional (BNN), Kombes Sumirat Dwiyanto menegaskan
penerapan hukuman mati bagi terdakwa kasus Narkoba, sudah sesuai dengan
Undang-Undang No.35 tahun 2009 tentang narkotika.
Sumirat mengatakan penerapan hukuman mati bagi para terdakwa kasus Narkoba, tidak bisa dikatakan melanggar hak asasi manusia (HAM). Sebab berdasarkan undang-undang narkotika, jelas tercantum bahwa hukuman maksimal adalah hukuman mati.
"Tak ada yang keliru dengan eksekusi mati terpidana narkoba karena eksekusi dilakukan atas perintah pengadilan dan diatur oleh konstitusi," katanya kepada Republika.
"Hukuman mati bagi para bandar hukumnya wajib, karena bila tidak dihukum mati mereka masih bisa mengendalikan peredaran narkoba dari dalam lapas. Pelanggaran hak asasi terjadi bila eksekusi mati hanya atas perintah perseorangan," jelasnya.
Ia melanjutkan, untuk hukuman terpidana mati bandar Narkoba baru bisa dilaksanakan atas perintah kejaksaan, setelah melewati persidangan yang obyektif, dan sudah sesuai prosedur hukum yang ada. Selain itu eksekusi juga baru dilakukan setelah pemenuhan hak hukum terhadap para terpidana mati pun sudah terpenuhi semua.
"Sesungguhnya hukuman mati itu menghormati HAM. Bahkan di Singapura hukuman mati dilakukan setiap hari Jumat," katanya.
Ia menambahkan, saat ini terpidana mati kasus narkotika yang tercatat di BNN berjumlah 66 terpidana mati, 64 diantaranya tersangka yang dijatuhi vonis oleh pengadilan hingga tahun 2014. Dua lainnya adalah terpidana mati WNA asal Iran yang ditangkap di Pelabuhan Ratu, Sukabumi, kemudian divonis mati oleh PN Cibadak karena terbukti menyelundupkan sabu seberat 40.1 kilogram ke Indonesia.
Sumber: REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA
ANALISIS
Hukuman mati bisa membuat efek jera bagi para pengedar dan bandar narkoba serta pada masyarakat agar tidak terjerumus ke dalam lembah hitam Narkoba. Lagi pula sudah sesuai dengan Undang-Undang No.35 tahun 2009 tentang narkotika. Karena Sesungguhnya hukuman mati itu menghormati HAM.
Sumirat mengatakan penerapan hukuman mati bagi para terdakwa kasus Narkoba, tidak bisa dikatakan melanggar hak asasi manusia (HAM). Sebab berdasarkan undang-undang narkotika, jelas tercantum bahwa hukuman maksimal adalah hukuman mati.
"Tak ada yang keliru dengan eksekusi mati terpidana narkoba karena eksekusi dilakukan atas perintah pengadilan dan diatur oleh konstitusi," katanya kepada Republika.
"Hukuman mati bagi para bandar hukumnya wajib, karena bila tidak dihukum mati mereka masih bisa mengendalikan peredaran narkoba dari dalam lapas. Pelanggaran hak asasi terjadi bila eksekusi mati hanya atas perintah perseorangan," jelasnya.
Ia melanjutkan, untuk hukuman terpidana mati bandar Narkoba baru bisa dilaksanakan atas perintah kejaksaan, setelah melewati persidangan yang obyektif, dan sudah sesuai prosedur hukum yang ada. Selain itu eksekusi juga baru dilakukan setelah pemenuhan hak hukum terhadap para terpidana mati pun sudah terpenuhi semua.
"Sesungguhnya hukuman mati itu menghormati HAM. Bahkan di Singapura hukuman mati dilakukan setiap hari Jumat," katanya.
Ia menambahkan, saat ini terpidana mati kasus narkotika yang tercatat di BNN berjumlah 66 terpidana mati, 64 diantaranya tersangka yang dijatuhi vonis oleh pengadilan hingga tahun 2014. Dua lainnya adalah terpidana mati WNA asal Iran yang ditangkap di Pelabuhan Ratu, Sukabumi, kemudian divonis mati oleh PN Cibadak karena terbukti menyelundupkan sabu seberat 40.1 kilogram ke Indonesia.
Sumber: REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA
ANALISIS
Hukuman mati bisa membuat efek jera bagi para pengedar dan bandar narkoba serta pada masyarakat agar tidak terjerumus ke dalam lembah hitam Narkoba. Lagi pula sudah sesuai dengan Undang-Undang No.35 tahun 2009 tentang narkotika. Karena Sesungguhnya hukuman mati itu menghormati HAM.